Klarifikasikan aliran zat cair adalah sebagai berikut:
1. Aliran Invisid dan Viskos
2. Aliran Kompresibel dan tak
Kompresibel
3. Aliran Laminer dan Turbulen
4. Aliran Mantap dan tak Mantap
5. Aliran Seragam dan tak Seragam
6. Aliran 1D, 2D, dan 3D
7. Airan Kritis, Subkritis, dan Super
kritis
1. Aliran Invisid dan Viskos
Airan invisid adalah aliran dimana kekentalan zat cair (µ) dianggap nol
(zat cair ideal). Sebenarnya zat cair dengan kekentalan nol tidak ada di alam,
tetapi dengan anggapan tersebut akan meyederhanakan permasalahan yang sangat
kompleks dalam hidraulika. Karena zat cair tidak memiliki kekentalan maka tidak
terjadi tegangan geser antara partikel zat cair dan antara zat cair dan bidang
batas. Pada kondisi tertentu, anggapan µ=0 dapat diterima untuk zat cair dengan
kekentalan kecil seperti air.
Aliran viskos adalah aliran dimana kekentalannya
diperhitungkan (zat cair riil). Keadaan ini menyebabkan timbulnya tegangan
geser antara pertikel zat cair yang bergerak dengan kecepatan berbeda. Ababila
zat cair riil mengalir pada bidang batas yang diam, zat cair yang berhubungan
langsung dengan bidang batas tersebut akan mempunyai kecepatan nol (diam).
Kecepatan zat cair akan bertambah sesuai dengan jarak dari bidang tersebut.
Apabila medan aliran sangat dalam /lebar, di luar suatu jarak tertentu dari
bidang atas, aliran tidak lagi di pengarugi oleh hambatan bidang batas. Pada
daerah tersebut kecepatan aliran hamper seragam. Bagian aliran yang berada
dekat dengan bidang batas, di mana terjadi perubahan kecepatan yang
besar
dikenal dengan lapis batas (boundary layer). Di daerah lapis batas ini
tegangan geser terbentuk di antara lapis-lapis zat cair yang bergerak denga
kecepatan berbeda karena adanya kekentalan zat cair dan turbulensi yang
menyebabkan partikel zat cair bergerak dari lapis yang satu ke lapis lainnya.
Di luar lapis batas tersebut pengaruh tegangan geser yang terjadi karena adanya
bidang batas dapat diabaikan dan zat cair dapat dianggap sebagai zat cair
ideal.

Gambar 1.1 Aliran Invisid

Gambar 1.2 Aliran Viscous
Sumber: Triadmodjo,
Bambang.1993. Hidolika 1. Beta Offset : Jogjakarta
2. Aliran Kompresibel dan tak
Kompresibel
Semua fluida (termasuk zat cair)
adalah komprasibel sehigga rapat masanya berubah dengan perubahan tekanan. Pada
aliran mantap dengan menganggap bahwa zat cair adalah tak kompresibel dan rapat
massa adalah konstan. Oleh karena zat cair mempinyai kemampatan yang sangat
kecil, maka dalam analisis aliran mantap sering dilakukan anggapan zat cair tak
kompresibel. Tetapi pada aliran tak mantap melalui pipa di mana bisa tejadi
peruahan tekanan yang sangat besar, maka kompresibilitas zat cair harus
diperhitungkan. Untuk gas di mana kemampatannya besar, maka perubahan rapat
massa karena adanya perubahan tekanan harus diperhitungkan.
Jadidapat disimpulkan bahwa aliran
kompresibel adalah suatu aliran yang dimana rapat massanya berubah
dengan perubahan dari tekanan (termampatkan), sedangkan aliran tak
kompresibel adalah suatu aliran dimana rapat massanya tidak berubah
dengan perubahan tekanan (tak temampatkan), dan rapat massanya dianggap
konstan.


(a)
(b)
Gambar 2.1 Aliran Kompresible (a)
dan Aliran tak Kompresible (b)
Sumber: Triadmodjo,
Bambang.1993. Hidolika 1. Beta Offset : Jogjakarta dan
Hartono SST, - . Buku Ajar Mekanika Fluida. Politeknik Negeri
Semarang : Semarang
3. Aliran Laminer dan turbulen
Aliran Laminer adalah partikel pertikel zat cair
bergerak teratur dengan membentuk garis lintasan kontinyu dan tidak saling
berpotongan. Apabila zat membentuk garis lintasan kontinyu dan tidak saling
berpotongan. Apabila zat warna diinjeksikan pada suatu titik dalam aliran, maka
zat warna tesebut akan mengalir menurut garis aliran yang teratur seperti benang
tanpa terjadi difusi atau penyebaran. Pada aliran di saluran/pipa yang
mempunyai bidang batas sejajar, garis-garis lintasan akan sejajar. Sedang di
dalam saluran yang mempunyai sisi tidak sejajar, garis aliran akan menguncup atau mengembang
sesuai dengan bentuk saluran. Kecepatan partikel zat cair pada masing-masing
garis lintasan tidak sama tetapi bertambah dengan jarak dari dinding saluran.
Aliran laminar dapat terjadi apabila kecepatan aliran rendah, ukuran saluran
sangat kecil dan zat cair mempunyai kekentalan besar. Gambar 3.1 adalah contoh
dari aliran laminar di dalam pipa dengan penampang konstan dan tidak konstan.


(a)
(b)
Gambar 3.1 Aliran Laminer (a) dan Aliran Turbulen
(b)
Pada aliran turbulen (gambar 3.1b) partikel-paetikel zat
cair bergerak tidak teratur dan garis lintasannya saling berpotongan. Zat warna
yang dimasukkan pada suatu titik dalam aliranakan terdifusi dengan cepat ke seluruh aliran. Aliran turbulen
terjadi apabila kecepatan aliran besar, saluran besar dan zat cair mempunyai
kekentalan kecil. Aliran di sungai, saluran irigasi/drainasie dan di laut
adalah contoh dari aliran turbulen.
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1397/1/sipil-ichwan.pdf
dan Triadmodjo, Bambang.1993. Hidolika 1. Beta Offset : Jogjakarta
4. Aliran mantap dan tak mantap
Aliran mantap (steady flow) terjadi jika variable
dari aliran (seperti kecepatan V, tekanan p, rapat massa p, tampang aliran A,
debit Q, dsb.) di sembarang titik pada zat cair tidak beribah dengan waktu.
Keadaan ini dapat dinyatakan dalam bentuk matematis berikut:

Dalam
aliran tubulen, gerak partikel zat cair selalu tidak beraturan. Di sembarang
titik selalu terjadi fluktuasi kecil dari kecepatan. Tetapi jika nilai
reratanya pada suatu perode adalah konstan maka aliran tersrbut adalah
permanen. Gambar 4.1a menunjukkan
kecepatan sebafai fungsi waktu pada suatu titik dalam aliran turulen. Kecepatan
reratanya adalah:

yang ditunjukkan pada gambar 3.1b tersebut
sebagai garis horisontal yang konstan terhadap waktu. Aliran melalui
pipa dengan tekanan tetap dan aliran melalui saluran irigasi adalah contoh dari
aliran mantap.


(a)
(b)
Gambar 4.1 Kecepatan fungsi waktu untuk aliran mantap
(a) dan tak mantap (b)
Aliran tak mantap (unsteady flow) terjadi jika
variabel aliran pada setiap titik berubah dengan waktu,

Contoh dari aliran tak mantap adalah
perubahan debit didalam pipa atau saluran, aliran banjir di sungai, aliran di
estuary (muara sungai) yang dipengaruhi pasang surut, dsb. Gambar 4.1b
menunjukan kecepatan ssebagai fungsi waktu pada suatu titik aliran turbulen dan
tak mantap. Analisis dari aliran ini adalah sangat kompleks, biasanya
penyelesainnya dilakukan secara numeric dengan menggunakan computer.
Sumber: Triadmodjo,
Bambang.1993. Hidolika 1. Beta Offset : Jogjakarta
5. Aliran seragam dan tak seragam
Aliran seragam (uniform flow) apabila tidak
ada perubahn besar dan arah dari kecepatan dari satu titik ke titik yang lain
di sepanjang aliran (gambar 5.1). Demikian juga dengan variabel-variabel
lainnya seperti tekanan, rapat massa, kedalaman, dsb.

Aliran di saluran panjang dengan
debit dan penampang tetap adalah contoh dari aliran seragam.
Aliran tak seragam (non uniform flow) mterjadi
jika semua variabel aliran berubah dengan jarak atau:


Gambar 5.1 Aliran Uniform dan
non-Uniform
Contoh dari aliran tak seragam
adalah aliran di sungai atau di saluran di daerah dekat terjunann atau bending. Gambar 5.1 menunjukan aliran
beraturan dan tak beraturan.
Sumber: Triadmodjo,
Bambang.1993. Hidolika 1. Beta Offset : Jogjakarta
6. Aliran 1D, 2D, dan 3D
Dalam aliran satu dimensi
(1-D), kecepatan di setiap titik pada tampang lintang mempunyai besar dan arah
yang sama. Sebenarnya jenis aliran semacam, ini sangat jarang terjadi. Tetapi
dalam analisa hidrulika, aliran tiga dimensi dapat disederhanakan menjadi
aliran satu dimensi berdasarkan beberapa anggapan, misalnya mengabaikan
perubahan kecepatann vertical dan
melintang terhadap kecepatan terhadap arah memanjang. Keadaan pada tampang
lintang adalah nilai merata dari kecepatan, rapat massa, dan sifat sifat
lainnya. Aliran di dalam pipa atau aliran saluran kecil adalah salah satu
contoh dari aliran yang dapat di anggap sebagai saluran satu dimensi. Di dalam
aliran tak seragam seperti yang di tunjukan pada gambar 6.1 kecepatann aliran
pada tampang AA dan BB adalah meratta. Perubahan kecepatan hanya terjadi pada
arah aliran
Dalam aliran dua dimensi
(2-D), semua partikel dianggap mengalir dalam bidang sepanjang aliran, sehingga
tidak ada aliran tegak lurus pada bidang tersebut (gambar 6.2). Bidang tersebut
bias mendatar atau vertical tergantung pada masalah yang di tinjau. Apabila
distribusi vertical dari kecepatan atau sifat-sifat yang lain adalah penting
dari pada arah melintang maka aliran dapat dianggap dua dimensi vertical.
Sedang aliran di saluran yang sangat lebar, misalnya di pantai, maka anggapan
aliran dua dimensi mendatar adalah lebih sesuai.
Kebanyakan
aliran di dalam tiga dimensi, dimana komponen kecepatan u, v, dan w adalah
fungsi dari koordinat ruang x, y, dan z. analisa dari aliran ini adalah sangat
sulit. Gambar 6.3 menunjukkan aliran tiga dimensi (3-D).

Gambar 6.1
Aliran 1D

Gambar 6.2
Aliran 2D
Sumber: Triadmodjo,
Bambang.1993. Hidolika 1. Beta Offset : Jogjakarta
7. Aliran Kritis, Sub Kritis, dan Super
Kritis
Aliran kritis merupakan kondisi aliran yang dipakai sebagai pegangan dalam menentukan dimesi
bangunan ukur debit. Pada kondisi tersebut, yang disebut sebagai keadaan aliran
modular bilamana suatu kondisi debutnya maksimum dan energi spesifiknya adalam
minimum.
Fenomena aliran modular pada pintu yang diletakkan di atas ambang untuk
satu energi spesifik yang konstan (E0) dapat diidentifikasi melalui 3 (tiga)
kondisi seperti berikut :

Gambar
7.1 Hubungan antara debit dan tinggi air pada kondisi energi spesifik konstan
Aliran subkritis dan aliran superkritis dapat diketahui melalui nilai
bilangan Froude (F) . Bilangan
Froude tersebut membedakan jenis aliran menjadi tiga jenis yakni: Aliran
kritis, Subkritis dan superkritis (Queensland Department of Natural Resources and
Mines, 2004). Ketiga jenis aliran dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Aliran kritis, jika
bilangan Froude sama dengan 1 (Fr = 1) dan gangguan permukaan (cth: riak yang
terjadi jika sebuah batu di lempar ke dalam sungai) tidak akan
bergerak/menyebar melawan arah arus.
b) Aliran subkritis, jika
bilangan Froude lebih kecil dari 1 (Fr<1). Untuk aliran subkritis, kedalaman
biasanya lebih besar dan kecepatan aliran rendah (semua riak yang timbul dapat
bergerak melawan arus). Kecepatan air <
kecepatan gelombang hulu aliran dipengaruhi pengendali hilir.
c) Aliran superkritis, Jika bilangan
Froude lebih besar dari 1 (Fr>1). Untuk aliran superkritis kedalaman
relatife lebih kecil dan kecepatan relative tinggi (segala riak yang
ditimbulkan dari suatu gangguan adalah mengikuti arah arus. Kecepatan air > kecepatan gelombang hulu
aliran tidak dipengaruhi pengendali hilir.

Gambar 7.2Gelombang Kritis, Subkritis, dan Superkritis
Rumus Bilangan Froude :

Untuk saluran yang berbentuk trapezium, bilangan
Froude dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Dimana:
Fr = bilangan Froude
V = rata-rata kecepatan aliran (m/dtk)
b = bottom width (m)
Z = rasio kemiringan sisi
g = gaya gravitasi (9.8 m/dtk)
y = kedalaman aliran (m)

Gambar 7.3 Aliran Subkritis dan Superkritis
Contoh penerapan aliran kritis, subkritis dan superkritis yaitu Aliran Melalui Pintu Sorong / Gerak]. Kondisi
aliran melalui pintu sorong (Sluice gate) akan tampak jelas apakah dalam
kondisi aliran bebas atau tenggelam, tergantung dari kedalaman air di hilir
pintu yang secara bergantian ditentukan oleh kondisi aliran di hilir pintu
tersebut. Kondisi aliran bebas (free flow) dicapai bila aliran di hulu pintu
adalah sub kritis, sedangkan aliran di hilir pintuadalah super kirtis
sebagaimana diperlihatkan dalam gambar berikut :

Gambar 7.4. Sketsa aliran bebas melalui bawah pintu (Henderson, 1966)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar